Kelas Menengah Indonesia Terpuruk, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan dan Pemerintah?
Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang semakin mendalam dalam lima tahun terakhir. Sejak 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia menurun drastis, dengan lebih dari 9,4 juta orang jatuh miskin. Angka ini mencerminkan penurunan sekitar 21,45% dari total kelas menengah yang ada, yang kini tinggal sekitar 47,85 juta orang. Dampaknya, semakin banyak orang yang masuk dalam kategori rentan miskin, sementara penggerak ekonomi nasional ini semakin terhimpit. Bagaimana perusahaan dan pemerintah seharusnya merespons situasi ini?
Mengapa Kelas Menengah Indonesia Terpuruk?
Salah satu alasan utama penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia adalah lonjakan harga bahan pokok yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. Banyak dari mereka yang bekerja di sektor manufaktur—sektor yang sangat penting untuk penyerapan tenaga kerja—terdampak karena kinerja industri yang melemah. Di sisi lain, sektor jasa yang menjadi andalan untuk menyerap tenaga kerja kurang efektif karena tidak banyak menyerap tenaga kerja tanpa keahlian khusus. Belum lagi, dengan jumlah pekerja sektor informal yang terus bertambah, banyak yang terjebak dalam pekerjaan tanpa jaminan sosial atau keamanan finansial.
Daya Beli Melemah, Bisnis Menjadi Sulit
Menurunnya daya beli masyarakat menengah berdampak langsung pada sektor bisnis. Banyak perusahaan yang kini kesulitan menjual produk mereka karena konsumen menjadi lebih selektif dan sensitif terhadap harga. Ini terutama terjadi pada produk-produk yang dulu dianggap premium, seperti yang dialami oleh PT Aditek Cakra Wiasa dengan produk Quantum-nya. Meskipun produk mereka berkualitas, harga yang tidak bisa turun karena biaya produksi yang terus meningkat membuat mereka kehilangan pelanggan. Beberapa perusahaan mencoba untuk tetap bertahan dengan memberikan diskon besar-besaran, tetapi ini bukan solusi jangka panjang karena laba yang menipis.
Strategi Perusahaan yang Bisa Menghadapi Krisis
Meski situasi ekonomi sedang sulit, beberapa perusahaan di luar negeri telah menunjukkan bahwa ada cara untuk bertahan dan bahkan berkembang dalam kondisi yang serupa. Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah efisiensi biaya produksi dan operasional, seperti yang dilakukan oleh Walmart. Dengan membeli barang dalam jumlah besar dan menekan harga per unit, perusahaan ini dapat menawarkan produk dengan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen.
Perusahaan di Indonesia bisa menerapkan strategi serupa, misalnya dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan mengoptimalkan rantai pasokan agar harga tetap terjaga tanpa mengorbankan kualitas. Selain itu, perusahaan juga bisa mencoba Blue Ocean Strategy, yaitu menciptakan pasar baru yang belum dijamah oleh pesaing, atau mengembangkan produk inovatif yang menawarkan nilai unik. Contohnya adalah Muji, yang dengan menawarkan produk fungsional dan sederhana berhasil menarik konsumen yang mencari harga terjangkau namun tetap memiliki nilai estetika.
Pentingnya Diversifikasi dan Kebijakan Pemerintah yang Mendukung
Strategi lain yang dapat dilakukan adalah diversifikasi produk, yang bertujuan untuk mengakses segmen pasar yang lebih luas. Coca-Cola misalnya, sukses melakukan diversifikasi dengan menghadirkan berbagai jenis minuman baru, mulai dari jus, teh, hingga air mineral. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjangkau lebih banyak konsumen dari berbagai segmen pasar.
Namun, di luar dunia bisnis, pemerintah juga memiliki peran besar dalam mengatasi penurunan daya beli masyarakat kelas menengah. Pemerintah diharapkan untuk lebih fokus menarik investasi, khususnya di sektor padat karya seperti manufaktur, yang dapat menciptakan lapangan kerja lebih banyak. Selain itu, kebijakan untuk menstabilkan harga barang kebutuhan pokok, menurunkan biaya pendidikan, dan mempermudah akses kepemilikan rumah juga sangat penting agar kelas menengah dapat kembali bangkit.
Tantangan dan Harapan Ke Depan
Di tengah krisis ini, Indonesia membutuhkan kelas menengah yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kelas menengah bukan hanya konsumen yang mendorong permintaan barang dan jasa, tetapi juga merupakan motor utama bagi stabilitas ekonomi nasional. Jika kelas menengah terus menyusut, cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju pada 2045 bisa semakin sulit tercapai.
Dengan langkah-langkah yang tepat, baik dari pemerintah maupun dunia bisnis, kelas menengah Indonesia dapat kembali tumbuh dan mendorong roda ekonomi negara. Namun, hal ini memerlukan sinergi yang kuat, inovasi, serta kebijakan yang mendukung agar kita bisa melewati masa-masa sulit ini dan membangun masa depan yang lebih baik.